Selasa, 28 Maret 2017

Kesulitan Belajar Kimia di SMP dan SMA



Pada tingkat sekolah menengah, fungsi dan tujuan pem¬belajaran ilmu kimia(menurut kurikulum 2004) adalah:
Mata pelajaran Kimia di SMA & MA berfungsi dan bertujuan sebagai berikut:



  1. Menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk meng¬agungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup:
    a.    sikap jujur dan obyektif terhadap data;
    b.    sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau mengubah pandangannya, jika ada bukti bahwa pandangannya tidak benar;
    c.    ulet dan tidak cepat putus asa;
    d.    kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris; dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
  3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis.
  4. Meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.
  5. Memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
  6. Membentuk sikap yang positif terhadap kimia, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta kemampuan kimia dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapannya dalam teknologi. 


Permasalahan Pembelajaran Kimia
Pembelajaran kimia mencakup persoalan yang sangat luas, mulai dari kebijakan pemerintah, kompetensi guru, teknisi laboratorium, laboran, proses belajar mengajar, siswa, infrastuktur dan keterlibatan orang tua. Jika mempelajari kimia dianggap sulit, maka permasalahan ini kemungkinan besar terkait dengan komponen-komponen tersebut. Selain komponen-komponen ini, kesulitan belajar juga dapat muncul dari karakteristik materi pelajaran kimia itu sendiri yang sebagian besar konsepnya bersifat abstrak.
Pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan seperti tertuang dalam PP. No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang ditujukan untuk penjaminan mutu pendidikan.
Pemerintah juga telah menggariskan agar proses belajar mengajar terjadi dalam situasi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pemerintah sudah melakukan training-training untuk meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar, namun setelah selesai mengikuti pelatihan tidak banyak berubah dengan berbagai alasan diantaranya fasilitas tidak mendukung, tidak cukup waktu , kurang menguasai IT (Information Technology). Ilmu kimia dikembangkan lewat eksperimen-ekperimen di laboratorium, dengan demikian laboratorium memiliki peran yang sangat  penting, namun demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas laboratorium yang memadai. Sekolah yang memiliki laboratorium penggunaannya masih kurang optimal. Ketersediaan tenaga teknisi laboratorium dan laboran masih sangat kurang bahkan sampai level perguruan tinggi keadaannya tidak banyak berbeda.
Usaha-usaha perbaikan pembelajaran sudah banyak dilaku¬kan dengan berbagai cara, peningkatan kompetensi guru melalui training-training, perbaikan fasilitas perpustakaan, pemanfaatan IT untuk pembelajaran, pembuatan software media interaktif, penulisan modul dan buku ajar, olimpiade kimia untuk mendorong siswa Sekolah menengah untuk belajar kimia lebih baik,  Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) untuk peningkatan profesionalisme guru, mailing list untuk saling bertukar pengalaman dalam pembelajaran kimia, namun hasilnya belum meng¬gembirakan.
Konsep Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar siswa) mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning disabilities (www.widatra.or.id/index.php 6 Agustus 2008). Secara rinci pengertian-pengertian tersebut akan dibahas sebagai berikut:
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai. Siswa yang terbiasa mengerja¬kan segala sesuatu dengan tergesa-gesa akan sedikit mengalami kesulitan pada saat harus bekerja secara ekstra hati-hati di laboratorium.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik. Siswa yang sebenarnya memiliki bakat numerik tinggi tetapi mengalami kesulitan pada saat mempelajari konsep mol yang di dalamnya menuntut kemampuan operasi matematik karena bakat numeriknya kurang sering diaplikasikan pada bidang-bidang lain.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajar¬nya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah. Siswa yang di tes kemampuan penalaran formalnya dan hasilnya menunjukkan bahwa siswa tersebut sudah berada pada level operasional formal, namun mengalami kesulitan pada saat mempelajari konsep-konsep yang bersifat abstrak.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Prinsip pembelajaram berbasis kompetensi menyadari adanya slow learner, sehingga siswa yang belum mencapai standar kompetensi minimal (SKM) diwajibkan mengikuti remidi.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. Kondisi ini muncul karena adanya mental retardation, hearing deficiencies, speech and language impairments, visual impairments, emotional disturbances, orthopedic impairments, a variety of medical conditions.
Sementara itu, Burton (dalam Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila: (1) Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference); (2) Tidak dapat mengerja¬kan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasar¬kan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever; (3) Tidak berhasil tingkat penguasaan materi yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater).
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran yang dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pen¬capaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan                    (4) kepribadian.
Tujuan pendidikan dalam keseluruhan sistem pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai ukuran tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar ketuntasan minimal yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.
Kedudukan siswa dalam Kelompok  akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan. Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower group.
Perbandingan antara potensi dan prestasi. Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensi¬nya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah under achiever.


Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa rendahnya aktivitas, minat, dan hasil belajar kimia siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Penyampaian materi kimia oleh guru dengan metode demonstrasi yang hanya sekali-kali dan diskusi cenderung membuat siswa jenuh, siswa hanya dijejali informasi yang kurang konkrit dan diskusi yang kurang menarik karena bersifat teoritis; (2) Siswa tidak pernah diberi pengalaman langsung dalam mengamati suatu reaksi kimia, sehingga siswa menganggap materi pelajaran kimia adalah abstrak dan sulit difahami;  (3) Metode mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi dan tidak inovatif, sehingga membosankan dan tidak menarik minat siswa. Hal ini menunjukkan kompetensi guru kimia yang masih perlu ditingkatkan.

Permasalahan:
seperti yang kita ketahui banyak sekali kendala yang dihadapi pada saat proses pembelajaran kimia, diantaranya bagaimana seorang guru menyampaiakan suatu materi yang sifatnya abstrak, kepada siswa sehingga siswa tidak mengalami kesulitan belajar dalam memahami konsep tersebut, selain itu, kesulitan belajar dapat juga dialami karena sugesti dari dalam diri siswa yang menganggap kimia tu sulit, menurut anda bagaimanakah mengubah anggapan tersebut? 

Jumat, 24 Maret 2017

MID Semester

MATA KULIAH                      :           WORKSHOP PENDIDIKAN KIMIA
MAHASISSWA                       :           Nurjanah
NIM                                         :           A1C114027
DOSEN                                    :           Dr. Syamsurizal, M.Si
KELAS                                     :           REGULER
HARI/ TANGGAL                    :           RABU, 22 MARET 2017
WAKTU                                    :           15:00 – 17:30 WIB

1.      Berfikir tingkat tinggi didalam pembelajaran kimia salah satunya dengan menyusun suatu peta konsep.
a.       Buatlah peta konsep tentang hidrokarbon hubungkan antar konsep sekurang-kurangnya ada 15 konsep terkait.
b.      Deskripsikan pemahaman saudara secara sistematis sekurang-kurangnya antar 5 konsep terkait temukan keterkaitan antar konsep.
2.  Salah satu faktor munculnya Miskonsepsi dalam pembelajaran kimia adalah hilangnya aspek mikroskopik selama seseorang mempelajari konsep kimia. Kemukakan gagasan anda bagaimana anda dapat menjelaskan suatu konsep kimia (berikan contohnya) mulailah berturut-turut dari aspek makroskopik, mikroskopik dan simbolik, tandai ketiga aspek tersebut dalam penjelasan anda!
3.    Banyaknya kendala yang dihadapi baik guru maupun siswa dalam implementasi Kurikulum 2013 pada jenjang SMA dan SMA pada pembelajaran kimia.
a.       Kemukakan sekurang-kurangnya tiga faktor utama penyebab timbulnya hambatan implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran kimia berikan contoh.
b.      Buatlah peta konsep mata rantai hambatan-hambatan dalam implementasi K-13 pada pembelajaran kimia.
4.     Berdasarkan survey yang telah anda lakukan atau pengetahuan anda pada beberapa sekolah di Jambi, tentang penerapan sistim penilaian otentik dalam pembelajaran kimia.
a.       Jelaskan sekurang-kurangnya tiga manfaat penilaian otentik bagi siswa.
b.      Jelaskan bagaimana anda dapat menerapkan penilaian otentik pada praktikum kimia.
JAWABAN
 
1.
a.    b.Konsep terkait :

Senyawa Golongan Alkana senyawa alkana merupakan komponen utama minyak bumi. Pada suhu kamar, metana dan etana berupa gas. Metana dan etana merupakan komponen utama LNG. Sementara itu, propana dan butana merupakan komponen utama LPG berbentuk cair. Golongan alkana yang tidak bercabang terbanyak adalah n–oktana, sedang alkana bercabang terbanyak adalah isooktana (2,2,4–trimetilpentana).
Alkena merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh yang pada rantai karbonnya terdapat ikatan rangkap dua. Berikut adalah kegunaan-kegunaan dari Alkena : • Etena : digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik polietena (PE). • Propena : digunakan untuk membuat plastik ,karet sintetik • Dapat digunakan sebagai obat bius (dicampur dengan O2 ).
Alkuna merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh yang pada rantai karboonnya terdapat ikatan rangkap tiga. Berikut adalah kegunaan-kegunaan dari Alkuna : • Untuk pembuatan gas karbid • Digunakan untuk mengelas besi dan baja. • Bahan awal pembuatan polivinil klorida (PVC) • Mempercepat pematangan buah.
Untuk alkuna rantai lurus, dinamakan sesuai dengan alkana dengan jumlah atom karbon yang sama, namun diakhiri dengan –una. Berikut adalah alkuna dengan jumlah atom karbon 2-10 disebut:
Untuk memberikan nama alkuna dengan rantai bercabang sama mirip dengan alkana rantai bercabang. Namun “rantai utama” pada proses penamaan haruslah melalui ikatan rangkap 3, dan prioritas penomoran dimulai dari ujung yang terdekat ke ikatan rangkap 3.
2.      Contoh pada materi Bentuk Molekul
Konsep kimia berdasarkan aspek makroskopik :
Bentuk molekul adalah gambaran tentang susunan atom-atom dalam molekul berdasarkan susunan ruang pasangan elektron dalam atom atau molekul, baik pasangan elektron yang bebas maupun yang berikatan. Dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari pada kegiatan pembelajaran pada bagian apersepsi, misal: dikaitkan kontekstual dengan yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, yaitu air, ada bermacam-macam air yang kita kenal, namun kita mengenal beberapa jenis yang terkenal dengan khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan misalkan air zam-zam, berdasarkan penelitian seorang ilmuwan asal jepang, ternyata air mampu menangkap gelombang suara yang ditujukan kepadanya sehingga mampu menubah molekulnya. Yang dimaksudkan disini adalah ternyata bentuk molekul air zam-zam yaitu berupa kristal-kristal indah berkilauan karena selalu menangkap gelombang suara yang positif yaitu do’a do’a dari para jemaah haji dimekkah. Oleh karena itu, khasiat dari air zam-zam ini tidak perlu dipertanyakan lagi.
            Konsep kimia berdasarkan aspek mikroskopik :
Teori Tolakan Pasangan Elektron Konsep yang dapat menjelaskan bentuk geometri (struktur ruang) molekul dengan pendekatan yang tepat adalah Teori Tolakan Pasangan Elektron Valensi (Valence Shell Electron Pair Repulsion = VSEPR). Teori ini disebut juga sebagai Teori Domain Elektron. Teori Domain dapat menjelaskan ikatan antar atom dari PEB dan PEI yang kemudian dapat mempengaruhi bentuk molekul. Dalam teori ini dinyatakan bahwa "pasangan elektron terikat dan pasangan elektron bebas, yang secara kovalen digunakan bersama-sama di antara atom akan saling menolak, sehingga pasangan itu akan menempatkan diri sejauh-jauhnya untuk meminimalkan tolakan". Teori VSEPR pertama kali dikembangkan oleh ahli kimia dari Kanada, R.J. Gillespie (1957). Bentuk molekul dan strukturnya dapat diramalkan dengan tepat melalui Struktur Lewis. Struktur ini dapat menggambarkan bagaimana elektron tersusun pada suatu atom yang berikatan. Teori VSEPR tidak menggunakan orbital atom dalam meramalkan bentuk molekul, tetapi menggunakan titik elektron suatu atom. Jika suatu atom bereaksi, maka elektron pada kulit terluar (elektron valensi) akan bcrhubungan langsung terlebih dahulu. Elektron valensi akan menentu-kan bagaimana suatu ikatan dapat terjadi. Teori VSEPR menjelaskan terjadinya gaya tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron pada kulit terluar atom pusat. Untuk mengajarkannya dikelas bisa dengan menggunakan alat peraga, dimana alat peraga ini dapat digunakan langsung oleh siswa untuk membentuk bentuk molekul yang diminta..
            Konsep kimia berdasarkan aspek simbolik :
                        Kita mengenal berbagai macam bentuk molekul, yang dapat ditampilkan dalam gambar-gambar sebagai berikut:

 





3.      Hambatan-hambatan tersebut diantaranya:
a.       Sulitnya mengubah proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered, hal ini dikarenakan sudah sejak lama siswa terbiasa menerima apapun yang diberikan oleh guru, ibaratkan sebuah cangkir yang hanya menampung air yang dituangkan cerek.
b.      Kurangnya penguasaan IT oleh guru, dikarenakan tuntutan zaman, seorang guru harus memiliki pengetahuan IT yang baik untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak monoton hanya diisi dengan metode ceramah dari guru.
c.       Terlalu banyak penilaian yang harus dibuat. Yang membuat guru merasa enggan untuk membuatnya, karena dengan proses pembelajaran yang dibuat sudah cukup memberatkan guru dalam mengajar.
d.      Penjurusan di awal sekolah. Masih banyak siswa yang merasa tidak cocok dengan jurusan yang dilakoninya sekarang. Sehingga siswa tidak dapat mengikuti pembelajaran dan berakibat pada hasil belajar siswa.
Peta konsep hambatan-hambatan implementasi K-13:









4.      a. Manfaat penilaian otentik bagi siswa:
·            Siswa dapat berperan aktif dalam proses penilaian. Siswa tidak perlu takut mendapatkan nilai rendah karena siswa tau bahwa banyak yang dinilai dalam proses pembelajaran, tidak hanya kognitif.
·            Dengan penilaian otentik siswa dapat memulai sesuatu dengan baik dari skala kecil dan dari awal
·            Tugas yang diberikan kepada siswa lebih menarik sehingga memancing kreatifitas siswa dalam mengaerjakannya.
b. Penilaian otentik dalam praktikum kimia dapat dilakukan melalui lembar penilaian unjuk kerja praktikum yang bisa secara objektif digunakan oleh guru menilai keterampilan siswa saat praktikum. Seperti dalam materi titrasi asam basa dapat digunakan lembar penilaian unjuk kerja sebagai berikut: